"Saya Petani"
- Budi Firman Haryono

- Oct 9, 2016
- 2 min read
Terlahir dikeluarga yang bisa dikatakan serba berkecukupan merupakan salah satu anugerah yangg saya terima sejak lahir. Rasa syukur ini terus dipupuk dan mudahh-mudahan tetap terjaga hingga nanti. Tetapi ada sisi unik dari perjalanan hidup saya. Ya, ternyata mulai dari Kakeknya Ayah sampai dengan Ayah saya sendiri merupakan orang yang memiliki latar belakang di dunia pertanian. Mulai dari Kakek Ayah saya yang dahulu merupakan seorang petani di daerah Jawa Tengah, Kakek saya (Bapaknya dari Ayah saya) yang pernah berkarir di salah satu perusahaan perkebunan BUMN, dan Ayah saya sendiri yang sekarang berkarir di industri kelapa sawit di Indonesia. Rasa syukur ini kembali berlanjut ketika saya diterima di salah satu institusi pertanian terbaik yang pernah dimiliki oleh negeri ini (berlokasi di Bogor) lebih tepatnya di jurusan Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Yang lebih menariknya lagi adalah Ayah saya dahulu adalah lulusan Agronomi, dan ibu saya adalah lulusan Hortikultura. Sebuah rencana Tuhan yang sangat sempurna.
Jujur, dahulu saat diterima masuk ke perguruan tinggi. Saya belum begitu mendalami apa makna dari pertanian itu sendiri. Bahkan, hingga satu tahun pertama saya disana juga belum begitu mendapatkan makna dari seberapa penting pertanian itu bagi hidup kita. Hal itu berubah ketika saya masuk ke penjurusan, khususnya saat merasakan ospek yang gsecara turun menurun terus dilakukan di jurusan saya sejak kampus ini didirikan, yaitu “nyebur” ke sawah atau bahasa kami menyebutnya dengan Lungsur Desa.

Seperti yang dapat dilhat dari gambar diatas, kami tidur-tiduran sambil menikmati sinar matahari (di jam 12 siang hehe) dan tentunya dengan lantunan merdu dari teriakan senior kami saat itu. Apa esensinya? Bagi saya, ini adalah pintu halaman menuju apa makna dari pertanian itu sendiri. Dan makna yang paling saya dapatkan adalah, kebersamaan, kerja keras, dan yang terpenting adalah usaha akan selalu berbanding lurus dengan hasil yang didapatkan. Kami “dicelup” oleh senior sembari diuji tingkat fokus kami terhadap pertanyaan yang mereka berikan, diuji kebersamaan kami untuk latihan dan kompak dalam memberikan sambutan kepada mereka, dan tentunya kami diuji seberapa peduli kami dengan teman-teman yang ada disamping kita. Serta, yang paling menguji kita adalah bagaimana mempraktekan cara menanam yang baik dan benar (plus dalam tekanan).
Nah, dari kegiatan diataslah saya mengerti bahwa segala sesuatu makanan atau input pangan yang kita konsumsi hingga hari ini adalah buah dari jerih payah mereka yang mengabdikan hidupnya dengan berbagai tantangan demi memenuhi kebutuhan hidup orang banyak. Kami sadar bahwa tidak cukup hanya menanam, tapi banyak input yang harus diberikan mulai dari berbentuk fisik (seperti pupuk) hingga hal yang sifatnya emosional (seperti kebersamaan) serta ini haruslah dibarengi dengan knowledge dan pengalaman. Dan dari titik inilah, kami memutuskan bahwa kami semua adalah petani. Seseorang yang tidak sekedar menanam, tapi menciptakan produktivitas yang maksimum dan lestari demi memenuhi kebutuhan orang banyak.
















Comments