Kumparan.com: Definisi Ulang Industri Media Digital
- Budi Haryono
- Dec 2, 2016
- 4 min read

Suatu hal yang menarik ketika kita mampu melihat begitu pesatnya perkembangan dunia informasi saat ini. Kita tidak hanya terbatas oleh TV atau perangkat konvensional lainnya, tetapi kita bisa mengakses apapun kapanpun dan dimanapun berkat perkembangan yang kita sebut sebagai era digital.
Lagi-lagi sebuah keberuntungan ketika diberi kesempatan untuk mendengarkan celoteh dari salah satu orang sangat diperhitungkan di dunia industri digital Indonesia. Pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang investasi, pemasaran, penjualan, IT/Telco, dan sumber daya terakui. Beliau adalah ANDRIAS EKOYUONO (Chief Marketing Officer of Kumparan.com).
Pada kesempatan ini, saya tidak akan membahas banyak mengenai kumparan.com itu sendiri. Tetapi sesuatu hal yang penting yaitu lansekap dunia digital saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa, Sekarang adalah digital era yang ditandai dengan jumlah Internet user & penetration di Indonesia sendiri sekitar, 102.8 juta orang pada tahun 2016 ini. Indonesia merupakan negara ke 6 di dunia dengan pengguna internet terbanyak. Hal ini juga didukung oleh Kelas menengah yang meningkat, dan terjadi shifting dari service yg sifatnya basic, jadi yg lebih advance.
Ketika masih basic, orang hanya perlu telefon rumah. Tapi ketika income naik, jadi butuh internet. Ketika masih basic, hanya butuh makan dirumah, tapi ketika income meningkat jadi perlu makan diluar. Begitulah perumpamaannya.
Selain itu pula, internet user dan broadband terus meningkat juga karena adanya smartphone dan broadband 3G (bahkan 4G) yang terus meningkat pula. Terbukti, era digital bukan hanya monopoli menengah keatas yg punya waktu luang dan uang banyak. Ternyata, abang-abang ojek yg semula tidak paham aplikasi, jadi bisa (fenomena ojek online).
Ada tiga hal atau stigma yang diperhatikan dalam perkembangan era digital, yaitu:
1. Long Time Market Leader, artinya sebuah bisnis sudah bertahan sekian lama di market (terlalu lama), kalau terlalu lama sudah pasti akan mudah menganalisa kebutuhan konsumen yg belum terpenuhi oleh mereka. Zaman dulu, jika ada market leader, kebanyakan orang berfikir susah untuk dilawan (karena infrastrukturnya besar dan lain sebagainya). Tetapi, sebenarnya terdapat sebuah peluang, pasti ada banyak gap antara deliverable dia dan konsumen. Ibarat seperti mengendalikan kapal besar itu tidak mudah, belok sedikit balikinnya susah.
Sebagai contoh: Bluebird. sebenarnya punya waktu demikian panjang untuk mengantisipasi uber sejak uber mulai besar di amerika dan negara lain. Blue bird membangun apps yg bagus tapi sayangnya tidak jadi-jadi karena kbanyakan alasan. Saat gojek & grab hadir di Indonesia, barulah si burung biru ‘kewalahan’. Blue bird harusnya bisa buat barrier yg kuat, dengan aplikasinya yg canggih (dari dulu) untuk mempertahankan pelanggan.
Jadi, jika ingin membangun sebuah bisnis atau startup, jangan memandang market leader ssebagai hambatan, melainkan peluang besar untuk merusak industri. Perusahaan besar di amerika hanya takut sama 2 orang yang ada di garasi, bukan takut sama perusahaan besar lainnya.
2. Consumers are having new behaviors. Banyak hal yang sering terjadi, konsumennya sudah berubah tapi layanan perusahaan masih sama, termasuk di era digital. jadi saat konsumen berubah selalu ada gap. Konsumennya udah shift, tapi established players-nya masih doing buisness as usual.
3. No Innovation in Business model. Terdapat sebuah kondisi dimana sebuah industri itu cara bisnisnya hanya itu-itu saja. Padahal dengan adanya digital payment, smartphone, dan lain-lain, kita bisa merubah bisnis model kita.
HOW TO DEAL WITH DIGITAL
Sering banget orang menginterpretasikan digital hanya sebatas social media. Ekosistem digital sangat berbeda karena perilaku konsumen sangat beda di off-line dan on-line. they act differently!!. Beda kepribadian, di online berani chatting tapi di offline malu-malu kucing. Perilaku membeli orang juga berbeda di offline & online. Offline “ngga lapar mata”, tapi gitu online jadi “laper mata”.
VALUE CHAIN nya juga berbeda dalam digital. Misalnya ada perusahaan yg melayani distribusi offline (nasional distributor, distributor berdasarkan produk, distributor daerah). Hal yg sama juga terbentuk di industri digital, karena cara kirim dan packaging nya juga berbeda. Kalau offline, delivery sampe point of sales. Kalau digital langsung sampe kerumah. Packaging yg di toko sama yg diterima di rumah juga beda, ada ongkos kirimnya segala. Value chain berbeda pada ekspektasi konsumen yang beda.Unilever & aqua bisa runtuh kalau tidak mikirin perubahan konsumen dalam era digital, karena sudah terlalu lama jd market leader & praktek bisnisnya tdk berubah.
3 PHASES OF DIGITAL STRATEGY PLANNING
Pada kesempatan ini pula, dijelaskan bagaimana seharusnya atau tahapan dalam merencanakan strategi digital. Di tahap awal adalah melakukan value assessment, seperti mendefinisikan apa yang bisa dimanfaatkan & apa yg menjadi ancaman dari digital serta harus memahami value, trend, customer segment nya apa. Sehingga jadi tahu harus invest dimana dalam digital. Kemudian membuat operating model-nya. Bentuk organisasi, partner, apa perlu talent. Ibaratnya, pasukannya dulu (internal & eksternal). Contohnya di kumparan.com, membangun organisasi yg disebut microservices (seperti software system), misalnya ada bottle neck di perusahaan, ide numpuk di IT doang karena dibawah CTO, di kumparan.com : divisi yg meliputi data scientist, data analyst, developer, biar tidak tergantung antrian team IT. Jadi komunikasi lebih cepat, kerja lebih cepat. Consumer market, talent market & capital market. Kumparan membagi organisasi berdasaran : ada Head of user acquisition, user activation (merubah yang datang jadi user), retention (balikin jadi user), technology & brand communication (non-performance, jadi awareness). Execution : yang penting focus on wins karena sesuatu yg cepat diraih dan hasilnya kelihatan, misalnya quick wins di tokopedia barang kita harus terjual.
Comments